VII Koto (Reportase Sumbar)--- Gerakan Pemuda Ansor Kabupaten Padangpariaman nonton bareng (nobar) bersama santri dan keluarga besar Pondok Pesantren Nurul Yaqin Ambung Kapur, Kecamatan VII Koto Sungai Sariak, Kabupaten Padang Pariaman, Kamis (29/9/2017) malam. Nobar menyaksikan tayangan film peristiwa G 30 S/PKI.
Ketua Gerakan Pemuda Ansor Padangpariaman Zeki Aliwardana, menjelang pemutaran film menyebutkan, pemutaran film ini diharapkan memberikan pemahaman kepada santri Pondok Pesantren Nurul Yaqin Ambung Kapur tentang sejarah terjadinya Gerakan 30 September 1965 yang dikenal dengan pemberontakan G 30 S/PKI. Nobar dihadiri Kepala Kemenag Kota Pariaman Muhammad Nur, Ketua Yayasan Pembangunan Pendidikan Anuaril Ilmi (YP2I) Azrul Azwat, Pimpinan Pesantren Nurul Yaqin Ambung Kapur Ali Basar Tk. Sinaro, Sekretaris PCNU Nahdlatul Ulama Padang Pariaman Andri Susanto, pengurus dan kader Ansor Padang Pariaman.
Pemutaran film ini diawali dengan paparan dari narasumber Dandim 0308/Pariaman Letkol ARH Hermawansyah, S.IP dan mantan Sekretaris PW Gerakan Pemuda Ansor Sumatera Barat Armaidi Tanjung. “Pemaparan tersebut sebagai pengantar agar santri bisa lebih memahami bagaimana menarik pelajaran dari tayangan film G 30 S/PKI tersebut,” kata Zeki Aliwardana, yang juga mantan Sekretaris PC Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kota Pariaman.
Hermawansyah menyebutkan, paham komunis yang dikembangkan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) bertentangan dengan ideologi Negara Kesatuan Republik Indonesia, yakni Pancasila. Komunis juga bertentangan dengan Islam sehingga harus dilawan dan dilarang di Indonesia.
“Keinginan masyarakat Padang Pariaman untuk menyaksikan kembali film G 30 S/PKI tersebut sangat tinggi. Banyak permintaan dari berbagai kalangan seperti pondok pesantren, sekolah, kelompok masyarakat yang ingin melaksanakan nobar ini,” kata Hermawansyah dihadapan 500-an santri Pesantren Nurul Yaqin Ambung Kapur.
Menurut Armaidi Tanjung, bagi santri menonton film ini penting agar bisa mengetahui bagaimana perlakuan orang-orang PKI terhadap santri, ulama dan tuanku menjelang meletusnya peristiwa G 30 S/PKI tersebut. Orang-orang PKI selalu mengintimidasi, mengancam, bahkan membuat list nama para ulama yang akan dihabisi atau dibunuh. Karena ulama yang selalu menentang setiap gerakan PKI di tengah masyarakat.
“Saya secara pribadi beberapa kali mewawancarai ulama NU di Padang Pariaman yang berhadapan dengan kekuatan PKI. Beliau menyampaikan bagaimana kuatnya tekanan yang dilakukan orang-orang PKI terhadap dirinya dan ulama lainnya,” kata Armaidi.
Secara nasional, PKI antara tahun 2000 – 2014 menuduh Nahdlatul Ulama (NU) dan TNI sebagai penjagal dan menuntut meminta maaf, serta mengajukan ke Pengadilan Internasional. Padahal sebelum terjadi aksi balasan pasca meletusnya peristiwa G 30 S/PKI yang sudah menewaskan para ulama dan melecehkan simbol-simbol agama Islam tidak pernah diungkit.
Menyikapi tuduhan tersebut, PBNU mengeluarkan buku putih yang berjudul, Benturan NU – PKI 1948-1965 yang ditulis H.Abdul Mun’im DZ. Dari buku putih tersebut terlihat jelas apa yang sudah dilakukan PKI terhadap ulama NU dan kudeta berdarah yang berusaha mengganti ideologi Pancasila dengan Komunis. Sejumlah jenderal pun dibunuh, kata Armaidi Tanjung.
Untuk itu, santri dan generasi muda memang harus mewaspadai kembali bangkitnya kekuatan PKI di Indonesia. Orang-orangnya bisa masuk di berbagai lini di tengah masyarakat. Berbagai isu dan wacana diapungkan agar ada pihak-pihak tertentu yang terpancing, kemudian menimbulkan kegaduhan dan keresahan di masyarakat, kata Armaidi menambahkan. (RS/001)